Selasa, 23 April 2013

3 Bulan Pernikahanku 03022013

Weel... Tiga bulan pernikahan 030213 Sekelumit jejak perjalanan tiga bulan pernikahanku. 03 Februari 2013 yang lalu pernikahan kami baru memasuki usia Tiga bulan. Ibarat bayi, pernikahan kami masih merah, lemah dan rentan. Di tahap ini, aku mulai menyadari bahwa semua hal yang baru itu tidaklah gampang. Seperti subject email yang kemarin dikirim oleh seorang sahabat the first step is always the hardest. Bagaimana tidak, dua manusia yang punya dua kepala, dua hati, dua mulut, empat teliga, dua mimpi, dua ambisi, dua latar belakang dan dua karakter menghabiskan banyak waktu bersama dalam satu payung besar bernama rumah tangga. Ternyata 2 tahun berpacaran belumlah memadai untuk bisa mengenal sosok pasangan secara penuh. Ada banyak hal baru yang disadari ada dan tiada dalam diri masing-masing. Ada banyak kelebihan yang kian menguatkan cinta. Ada banyak kekurangan yang lama-lama lumer ke permukaan dan tak jarang mengagetkan, karena belum biasa. Ada pula hal lucu yang menggelikan, kebodohan yang tak dimengerti, emosi yang tak terkendali atau mimpi-mimpi yang belum mampu diselami. Langkah awal ini adalah langkah pancaroba. Masa transisi yang perlu kehati-hatian untuk dipahami dan dituntun. Masa ketika seorang Huda Kurniawati tidak lagi bisa berpikir untuk diri sendiri. Suatu ketika aku berbelanja beberapa kebutuhan, Oh, ternyata di rumah ini semuanya tidak bisa dinikmati sendiri. Atau pada suatu malam, aku sedikit komplain, setengah merajuk dan sebagian besarnya marah. Karena suamiku telat tiba ke rumah. Padahal sedari bada' Isya aku sudah menunggu. Ternyata dia memang telat keluar kantor, tanpa memberi tahuku lebih dulu. Suamiku pikir itu biasa, tapi bagiku itu mengkhawatirkan. Karena sekarang sudah ada istri yang menunggu di rumah...namun di sini pula aku harus beradaptasi pada pekerjaan suamiku yang tak bisa diperkirakan jam pulangnya. Itulah, beberapa warna yang sudah ditorehkan selama tiga bulan ini. Biarpun merah itu masih menyala, tapi ia tak lagi jadi warna dominan di rumah kecil kami. Sudah mulai muncul warna warna lain, kuning, hijau, putih, jingga, dan abu-abu. Kanvas pernikahanku tidak hanya berupa garis kasmaran yang tegas mencolok menjadi sentra lukisan kehidupan pernikahan kami. Sudah ada titik, bercak dan liukan garis-garis lain. Lukisan itu masih jauh dari sempurna, sketsa pun masih diraba akan jadi apa nantinya. Tapi satu per satu, pelan-pelan, telah tertanam beberapa kisah di balik garis dan warna yang semuanya menjadi jejak catatan yang akan membawa kami pada kematangan, seiring dengan waktu dan komitmen yang setia dipegang.
Aku ingin sederhana, tapi tidak disederhanakan... Setiap orang punya kehidupan yang berbeda-beda dan masing-masing pasti punya ekspektasi akan kehidupan idaman menurut mereka. Sebagaimana orang bermimpi akan sebuah rumah idaman, seperti itu pula orang membayangkan tentang kehidupan mereka selanjutnya. Sebuah impian sepatutnya akan menjadi stimulan bagi seseorang untuk mewujudkannya, hal itu yang akan membentuk cara pandang terhadap hidup, karakter dan kepribadian. Seseorang yang ingin menguasai akan terkesan ambisius dan penuh semangat, seseorang yang ingin ternama akan menonjolkan diri, seseorang yang inginkan kedamaian akan lebih santun dan sebagainya dan sebagainya. Sedangkan aku inginkan hidup yang sederhana, tapi tidak disederhanakan. Suatu kesederhanaan yang kompleks. Seperti lukisan-lukisan Van Goh yang sederhana tapi menyimpan kerumitan dalam gradasi warna dan makna. Begitulah aku ingin membentuk hidupku.